Minggu, 16 Oktober 2011

KEBIJAKAN PENGELOLAAN BAHAN OLAH KARET (PERMENTAN NOMOR 38 TAHUN 2008)

KEBIJAKAN PENGELOLAAN BAHAN OLAH KARET (PERMENTAN NOMOR 38 TAHUN 2008)

Karet alam merupakan penyumbang devisa terbesar kedua setelah kelapa sawit. Nilai ekspor karet tahun 2006 mencapai US $ 4,2 milyar. Bahan utama untuk meproduksi karet ekspor adalah bahan olah karet rakyat (BOKAR). Permasalahan yang sering dihadapi dalam pengolahan BOKAR cukup kompleks, diantaranya tingginya kadar air, dan penggunaan bahan pembeku lateks yang tidak direkomendasikan. Dampak dari hal tersebut adalah pembengkakan biaya pengolahan di pabrik serta terganggunya mutu produk karet ekspor. Makalah ini membahas kebijakan terkait pengolahan BOKAR.


BOKAR DAN PERMASALAHANNYA

BOKAR merupakan produk awal karet yang diperoleh melalui pengolahan lateks dan atau gumpalan karet kebun secara sederhana, menjadi bentuk lain yang bersifat lebih tahan disimpan dan tidak tercampur dengan kontaminan. Dari cara pengolahan, BOKAR dapat dibedakan atas 4 jenis, yaitu: lateks kebun, sit angin, slab dan lump. Umumnya penghasil BOKAR adalah petani.

Permasalahan yang sering dihadapi dalam pengolahan BOKAR cukup kompleks, beberapa diantaranya adalah:
1) Kadar air dalam BOKAR dibiarkan tinggi bahkan sering sengaja direndam dalam air,
2) Meluasnya penggunaan bahan pembeku lateks yang tidak direkomendasikan di kalangan petani antara lain pupuk TSP, tawas, gadung, perasan nanas, cuka para,
3) Terkontaminasinya BOKAR dengan tanah, lumpur,pasir, tatal, serat,
4) Jenis dan ukuran BOKAR yang beragam dari yang tipis hingga berbentuk bantal, dan
5) Lemahnya persatuan petani baik dalam usaha pengolahan maupun pemasaran.
Ke semua hal tersebut merupakan faktor penghambat dalam upaya memperbaiki mutu BOKAR.

Dampak dari hal tersebut adalah:
1) Membengkaknya biaya pengolahan/pembersihan di pabrik,
2) Tambahan biaya ini, umumnya dibebankan kepada petani; lebih jauh berpotensi menurunkan daya saing produk di luar negeri,
3) Meningkatnya limbah kotoran padat & cair berpotensi mengganggu lingkungan hidup,
4) Terganggunya mutu produk karet ekspor, berpotensi merusak citra perkaretan Indonesia serta mengganggu keberlanjutan kinerja ekspor karet ke luar negeri.

Terdapat 4 kebijakan dalam pengolahan dan pemasaran BOKAR yang tertuang dalam Permentan Nomor 38 Tahun 2008, yaitu:

A. Kebijakan dalam pengolahan BOKAR
B. Kebijakan dalam kelembagaan petani
C. Kebijakan dalam pemasaran BOKAR
D. Kebijakan dalam pembinaan dan pengawasan

A. Pokok-Pokok Kebijakan dalam Pengolahan BOKAR (Pasal 3-15)

1) Guna menjaga keberlanjutan usahatani, petani wajib menyelenggarakan penyadapan karet dengan tehnik yang benar, tenaga penyadap yang terampil dan peralatan yang baik, sesuai baku tehnis yg ditetapkan.
2) Guna memperoleh nilai BOKAR yang layak, petani wajib menghasilkan BOKAR yang bermutu sesuai pedoman teknis yang ditetapkan.
3) Dalam memproduksi BOKAR petani diberi kebebasan menentukan jenis BOKAR yang dihasilkan sesuai permintaan pasar setempat, yaitu: lateks kebun, sit angin, slab atau lump.

B. Pokok-Pokok Kebijakan dalam Kelembagaan (Pasal 16-30)

1) Upaya perbaikan mutu BOKAR tidak didekati melalui orang per orang petani namun didekati dari semangat kebersamaan petani dalam suatu kelembagaan kelompok tani.
2) Untuk memperoleh BOKAR yang sesuai baku mutu, kegiatan pengolahan BOKAR dipusatkan pada Unit Pengolahan dan Pemasaran BOKAR (UPPB) sebagai unit kerja yang dibentuk oleh 2-3 kelompok tani.
3) UPPB dimaksud berfungsi memberikan pelayanan tehnis pengolahan maupun pengembangan usaha pemasaran BOKAR milik anggota kelompok.
4) UPPB dilengkapi dengan peralatan dan bahan yang diperlukan dalam proses pengolahan BOKAR serta didampingi oleh seorang petugas teknis dan administrasi yang terlatih.
5) Untuk keperluan pembinaan, pemerintah Kabupaten/Kota mendaftar UPPB dan mengeluarkan Surat Tanda Registrasi UPPB (STR-UPPB).
6) Kemitraan merupakan bentuk yang ditempuh untuk mewujudkan pemberdayaan dan peningkatan nilai tambah bagi pekebun.

C. Pokok-Pokok Kebijakan dalam Pemasaran BOKAR (Pasal 31-36)

1) Dalam memperbaiki pendapatan petani karet, pemasaran bokar milik petani diselenggarakan secara bersama dalam koordinasi UPPB.
2) Kegiatan pemasaran yang dikoordinir UPPB dapat diselenggarakan dengan cara kontrak kerjasama pemasaran maupun transaksi langsung dengan pihak ketiga.
3) Guna menghindari manipulasi mutu bokar dalam pengangkutan, UPPB melengkapi dengan Surat Keterangan Asal (SKA)

Sumber : http://www.perkebunanku.com/2010/05/kebijakan-pengelolaan-bahan-olah-karet.html

1 komentar:

Sebaiknya kesejahteraan karyawan seharusnya lebih di perhatikan,
Terutama bagi petugas yang memiliki kedudukan paling bawah, seperti tukang iris/tukang sadap, di bandingkan dengan para mandor yang kerjanya gak bec*s, bisanya hanya merintah, suka mempermainkan hasil sadapan getah, gaji yang di buat borongan, suka motong upah para penyadap getah.
Pantaskah keringat mereka dengan upah yang di berikan dari perseroan?,
Ataukah ulah dari mandor-mandor yang berkepala tik*s?

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More