I. PENDAHULUAN
Areal karet di Indonesia sampai saat ini telah mencapai 3.5 juta ha, dimana 80 % merupakan perkaretan rakyat dengan produktivitasnya masih rendah. Rendahnya produktivitas ini selain penerapan teknologi budidaya seperti pemupukan dan pemeliharaan yang kurang, yang lebih pokok adalah masalah penggunaan bahan tanamnya. Telah terbukti bahwa penggunaan bahan tanam klon unggul dalam pengusahaan perkebunan karet merupakan komponen teknologi utama yang memberikan peningkatan produktivitas yang cukup nyata.
Dengan adanya Undang-Undang No 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman pasal 13 ayat 1 menyatakan bahwa bahan tanam yang akan dikembangkan dalam pertanaman harus berupa benih bina yang dilepas secara resmi oleh Menteri Pertanian Republik Indonesia. Oleh karena itu klon-klon karet anjuran yang terakhir sebelum digunakan secara luas harus dilakukan pelepasan oleh Menteri Pertanian.
Klon-klon karet seri IRR 39, dan 42 merupakan klon yang mempunyai pertumbuhan yang cepat dan mempotensi baik hasil baik dari segi lateks maupun kayunya, sehingga sudah memungkinkan untuk dikembangkan dalam pertanaman. Untuk itu tulisan ini mencoba mengajukan pelepasan klon-klon tersebut untuk menjadi benih bina.
II. POTENSI KEUNGGULAN
Potensi keunggulan suatu klon karet akan dilihat dari hasil pengujian yang dilakukan dan dibandingkan dengan klon standar yang digunakan sebagai kontrol. Sebagai klon pembanding biasanya digunakan klon-klon yang banyak dikembangkan pada saat pengujian berlangsung, dalam hal ini adalah GT 1. Untuk melihat potensi keunggulan klon tentu saja dilihat dari produksi lateks, pertumbuhan lilit batang dan tebal kulit, sifat sekunder terutama ketahanan terhadap penyakit daun dan juga spesifikasi dari mutu lateks dan karet yangs sesuai untuk pengolahan produk tertentu.
· Produksi
Klon Produksi karet kering (kg/p/th) pada thn sadap ke Komulatif Rata
1
2
3
4
5
7
8
IRR 39
IRR 42
GT1
3.55
3.66
4.08
3.72
4.14
4.10
2.57
3.58
2.18
2.19
6.21
3.30
5.17
6.66
4.60
5.96
7.53
4.84
6.06
8.00
4.02
29.22 (108)
39.78 (146)
27.12 (100)
4.17
5.68
3.87
Dari hasil pengamatan produksi karet kering, tampak bahwa kedua klon tersebut mempunyai produksi di atas pembanding GT 1, bahkan untuk klon IRR 42 hampir 1.5 kali dari GT 1.
· Pertumbuhan
Klon Lilit batang (cm) pada umur Laju pertumbuhan (cm/th)
2
3
4
5
Pra sadap
Pasca sadap
IRR 39
IRR 42
GT1
21.00
24.50
19.90
36.06
29.15
29.05
28.26
50.98
43.39
61.58
51.41
51.20
13.53
8.97
10.43
4.58
2.03
1.47
Klon
Tebal kulit
Perawan A
Perawan B
Pulihan A
IRR 39
IRR 42
GT1
7.09
6.50
5.42
6.69
6.29
5.74
6.54
6.33
4.24
Data pertumbuhan yang diamati meliputi lilit batang dan tebal kulit. Dari Tabel pengamatan lilit batang bahwa laju pertumbuhan sebelum sadap mencapai 9 – 13.5 cm/th. Dari data ini tampak bahwa kedua klon dapat mencapai matang sadap pada umur 4 tahun. Sedangkan pertambahan lilit batang setelah sadap mencapai 2-4.5 cm/th.
Untuk mengetahui potensi volume biomasa dan kayu gergajian, dihitung dengan mengggunakan rumus pendekatan berdasarkan lilit batang (Shorrock (1965)
Vol biomassa: Wg x BD,
Wg :bobot biomasa : 0.002604 G 2.78,
Wg : bobot tajuk (kg), G : lilit batang pada ketinggian 100 cm dpo
BD : bobot jenis kayu karet (= 0.61)
(bobotnya 0.61 ton pada volume 1 m3)
Estimasi volume kayu gergajian dihitung dengan rumus :
Volume (m3) : [{ (lilit batang)2 x 3.5}/4] /10 000,
Lilit batang diukur pada ketinggian 100 m dpo, panjang batang asumsi 3.5 meter
No
Klon Karet
Tinggi batang
Vol Biomasa pada umur
Vol kayu gergajian pada umur
5
10
5
10
25
1
2
IRR 39
IRR 42
6.0
6.5
0.40
0.24
1.03
0.86
0.11
0.07
0.21
0.18
0.82
0.41
GT1
0.24
0.46
0.07
0.12
Data pengamatan tebal kulit menunjukkan bahwa kedua klon mempunyai pertumbuhan kulit yang bagus, sehingga kulit pulihannya sudah mampu disadap kembali setelah 5 tahun sadap.
· Ketahanan penyakit
Dari pengamatan ketahanan terhadap penyakit terutama penyakit daun, kedua klon tersebut mempunyai ketahanan yang cukup bagus. Untuk klon IRR 39 dilaporkan bahwa serangan penyakit gugur daun di lapangan untuk Colletotrichum dan Oidium pada klon ini rendah berturut-turut adalah 2.96 % dan 2.35 %. Sedangkan untuk Crynespora belum ada laporan.
Dari hasil evaluasi dilapangan, klon IRR 42 dinilai resisten terhadap gangguan penyakit gugur daun Colletotrichum, Corynespora dan Oidium
· Mutu lateks dan sifat karet
Hasil pengamatan Kadar Karet Kering (KKK) lateks klon IRR 39 adalah 35,1%. Dari hasil analisis karakteristik mutu lateks klon IRR 39 mempunyai nilai Po sebesar 54, PRI : 77, Vr : 97, kadar Mg : 39,4 dan nilai Lovibond sebesar 7. Dengan karakteristik mutu lateks tersebut maka lateksnya dapat diproses menjadi SIR 3 WF. Sedangkan hasil pengamatan Kadar Karet Kering (KKK) lateks untuk klon IRR 42 adalah 36,5%. Dari hasil analisis karakteristik mutu lateksnya mempunyai nilai Po sebesar 54, PRI : 72, Vr : 105, kadar Mg : 50,4 dan nilai Lovibond sebesar 10. Dengan karakteristik mutu lateks tersebut maka lateksnya dapat diproses menjadi SIR-5
III. DISKRIPSI VARIETAS/SPESIFIKASI TEKNOLOGI
Dari diskripsinya kedua klon ini mempunyai percabangan dengan jumlah sedikit, ukuran yang besar dan posisinya tinggi. Tajuk tidak berat dengan ukuran daun cukup lebar. Khusus untuk klon IRR 39 mempunyai ciri khusus yang sudah dapat dibedakan dengan klon lainnya sejak masih muda. Ciri khusus tersebut adalah ditemukannya jumlah helai daun yang lebih dari 3, yaitu 4-5 lembar setiap tangkai daun.
IV. HISTORI PERAKITAN
Klon IRR 39 dan IRR 42 merupakan hasil persilangan tahun 1967 yang dilakukan di Bogor oleh Balai Penelitian Bogor. Seleksi tanaman semaian dilakukan di Kebun Percobaan Ciomas Bogor. Registrasi lama klon ini adalah TMS (Tjiomas) dengan seri 5000. Dari hasil pengujian pendahuluan tersebut, genotipe yang terpilih kemudian dinamakan dengan klon seri RM. Pengujian di Kebun Percobaan Sembawa dilakukan sejak tahun tanam 1973/1974. Nomor registrasi genotipe dan penamaan klon untuk pelepasan disajikan pada Tabel 1.
Tabel. Nomor registrasi, nama klon yang dilepas dan tetuanya
No
Registrasi lama
Nama klon yang dilepas
Tetua persilangan
Seri TMS
Seri RM
1
TMS 5079
RM 39
IRR 39
LCB 1320 x FX 25
2
TMS 5082
RM 42
IRR 42
LCB 1320 x F 351
V. PROSPEK PENGEMBANGAN
Pengembangan tanaman karet pada masa mendatang tampaknya akan lebih mengarah pada usaha yang tidak saja menghasilkan lateks tetapi juga mengarah pada hasil kayu maka pengembangan kedua klon ini akan cukup baik. Untuk mendukung permintaan bahan tanam kedua klon tersebut saat ini di KP Sembawa telah tersedia berupa kebun kayu okulasi (kebun entres) sebanyak 8600 batang atau 1 ha untuk IRR 39 dan 1000 batang untuk IRR 42. Khusus untuk klon IRR 42 jumlah ini terus akan ditambah secara bertahap dengan cara menggantikan klon-klon lama yang sudah tidak diminati oleh para konsumen.
Kedua klon ini dan beberapa klon lain, telah ditanam pada beberapa lokasi baik untuk perkebunan besar maupun untuk rakyat melalui Dinas perkebunan setempat yang masih bersifat uji coba. Sebaran klon-klon tersebut adalah sebagai berikut:
1. PT MHP (SUM-SEL, berupa kebun entres)
IRR 39 : 278 btg IRR 41 : 211 btg, dan IRR44 : 222 btg. Tahun : Oktober 2000
2. PT BRK SUM-SEL : IRR 39 :4375 OMT, IRR 44 : 89225 OMT. Tahun : Januari 1999
3. PT LONSUM : IRR 39 ditanam dengan perlakuan 2 populasi (500 dan 1000 p/ha) tahun tanam : 1997
4. PTPN VII (LAMPUNG) : Dd kebun Bergen : IRR 32, IRR 39, IRR 41, IRR 44 Tahun tanam 1999
5. PTPN VIII (JAWA BARAT) : Di Sukabumi IRR 32 : 475 OMT, IRR 39 : 2850 OMT. TH : MEI 2000 (belum termonitor)
6. PTPN XII (Jawa Timur) : IRR 21, IRR 24, IRR 39, IRR 44, IRR 100, IRR 111, IRR 117. Tahun Tanam : Desember 1996
7. PTPN XIII (Kalimantan Selatan): Danau Salak, IRR 24 : 660 OMT, IRR 32 : 330 OMT, IRR 39 : 660 OMT, IRR 41 : 660 OMT, IRR 44 : 990 OMT dan IRR SERI 100 (Agustus 2000)
8. Disbun Kal Sel : IRR 24, IRR 32, IRR 39, IRR 41, IRR 44 : 10 OMT/klon, Tahun: Juli 2000 berupa Kebun Entres
9. Disbun Jambi : Proyek OECF di Sebapo IRR 39 dan IRR 44, masing-masing 1 ha di lahan petani (tahun tanam 2000/2001)
10. Disbun Kal Teng (Muara) : IRR 33, IRR 39, IRR 44 : 20.000 OMT berupa kebun entres (Tahun tanam : 1999)
11. Klon IRR 5, IRR 32, dan IRR 39 pada 5 penangkar di Kabupaten Banyuasin dengan sistem Waralaba berbantuan (Tahun tanam 2002)
12. Di Jawa Timur : Unit Usaha Tretes PTPN XII Jawa Timur sebagai percobaan untuk mencari klon yang sesuai untuk wilayah kering (Tahun tanam 2002)